Sumber : Jurnalis Senior Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Ada karakter khas dari kepemimpinan gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yaitu sering menggunakan bahasa 'terminal'. Sia, aing.
Dalam bahasa Sunda ada undak usuk (tingkatan bahasa), lemes, wanoh/akrab dan kasar.
"Sia dan aing termasuk tingkatan kasar, kecuali digunakan untuk kalangan teman dekat yang sudah sangat akrab."
Nah gubernur Dedi Mulyadi juga menggunakan kata kata itu, karena sudah merasa akrab dengan audiens yang dihadapi, Jadi tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Fine fine aja, Bahkan kadang disambut tepuk tangan.
Jauh sebelum era Demul, ada pula seorang gubernur (Jawa Barat) yang juga sering menggunakan bahasa 'terminal' itu.
Dia adalah Solihin Gautama Purwanegara (Solihin GP) atau lebih akrab dipanggil mang Ihin.
Beliau menjabat antara tahun 1970-1975). Bahasa (Sunda) yang sering digunakan kepada staf, para pembantu bahkan juga kepada masyarakat adalah dewek, silaing ( aku, kamu) dalam undak usuk bahasa Sunda kata dewek, silaing itu juga termasuk tingkatan kasar, tetapi sedikit lebih moderat dibanding sia, aing.
Ada pengalaman kami, saya dan teman - teman wartawan di Priangan Timur dengan mang Ihin dan bahasa terminalnya itu.
"Suatu hari di tahun 1984, mang Ihin yang menjabat Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan, Sesdalopbang ( sejak 1982) datang ke area gunung Galunggung. Maksudnya menengok para pengungsi korban letusan gunung Galunggung (April 1982)."
Sejumlah wartawan Tasik dan Ciamis juga berada di sana.
Tiba tiba terdengar suara mang Ihin dengan nada yang keras (tarik)
Cing euy lalongok para tranmigran di Baturaja, Dewek can kaburu.
Maksudnya agar kami para wartawan menengok para korban Galunggung yang ditransmigrasikan ke Baturaja (Sumatra Selatan). Beliau belum sempat, Mun rek arindit, nyimpang di Binagraha (Kantor beliau).
Dan yang terjadi kemudian dengan dua mobil kijang pinjaman dari Pemda kabupaten Tasikmalaya kami para wartawan Tasik dan Ciamis berangkat ke Baturaja.
Memenuhi permintaan beliau, kami mampir di Binagraha. Kebetulan waktu itu mang Ihin tidak berada di kantor, Cuma seorang staf pimpinan dititipi sebuah amplop cukup tebal.
Sudah bisa ditebak isinya pasti cuan.
Dan ketika dibuka kang Edi Padma (ketua PWI Priangan sekaligus chip the tour) sorak sorai teman teman meledak, Bekel kami bertambah tebal.
Sebelumnya kami juga disangoni Bupati Tasikmalaya dan Ciamis plus 2 buah mobil lengkap dengan supirnya.
Itulah makna kemitraan Pers dan Pemerintah kala itu.
Mang Ihin sendiri kami kenal sebagai pejabat yang berehan ( senang memberi).
Dalam istilah kami beliau itu pejabat yang "gede bacot murah congcot". Seingat saya, Mang Ihin sebagai gubernur juga memberi mobil ( Jeep Mitsubishi) gress kepada PWI Jawa Barat.
Di Baturaja kami temui para transmigran korban Galunggung sedang tidak baik baik saja.
"Mereka mengeluh hasil panen (padi) pertama nyaris gagal. Setelah ditelusuri, katanya ada semacam human eror dari pengelola Transmigrasi di sana. Bibit padi yang diberikan untuk ditanam di sawah, sementara lahan yang mereka garap daratan (Huma)."
Mereka tidak betah dan ingin kembali ke kampung halaman. Bahkan ada yang mau ikut dengan mobil kami.
Tentu saja kami cegah dengan dalih, kasus itu akan segera dilaporkan ke Pemerintah terutama kepada Sesdalopbang (mang Ihin).
Di samping kemiripan, serupa tapi tak sama antara mang Ihin dengan KDM juga ada perbedaan dalam hal kharisma.
Mang Ihin tampak lebih kharismatik. Padahal, dilihat dari faktor usia, pada saat menjabat gubernur, bedanya tipis, malah lebih tuaan KDM. Mang Ihin lahir di Tasikmalaya 21 Juli 1926 . Jadi waktu menjabat gubernur usia antara 44-49 tahun). Sedang KDM lahir di Subang 11 April 1971, Atau usia 54 waktu mulai menjabat.
Mungkin faktor ABRI dengan pangkat mayor jenderal lebih menentukan. ABRI kala itu kan sedang di depan, diatas angin. Sedang tune in.
apalagi jendral waktu itu masih sangat sedikit , sehingga standar sosialnya tinggi.
Tidak seperti sekarang, katanya surplus perwira tinggi sampai sampai banyak tentara yang dijejalkan ke jabatan sivil.
Dedi Mulyadi dan Mang Ihin, serupa tak sama. Mereka terpisah ruang dan waktu.
Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya.
Ciri sabumi cara sadesa jawadah tutung biritna. Sacarana sacarana.***
Posting Komentar