Sumber : Jurnalis Senior Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Bagai buah si simalakama, dimakan mati ayah tidak dimakan mati ibu.
Adagium itu, adalah peribahasa Melayu yang artinya situasi yang dikotomis. Sulit memilihnya. Dua - duanya memiliki konotasi negatif.
"Buah simalakama itu adalah buah mahkota dewa (phalaria marco carpa) yang rasanya pahit dan mengandung racun, tapi perlu untuk pengobatan."
Seperti itu situasi yang kini sedang dihadapai presiden ke-08, Prabowo Subianto.
17 April lalu mendadak sontak, viral pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI atas kondisi negara ini. Intinya negara berpenduduk 285 juta ini sedang tidak baik baik saja.
Ada 8 point konten pernyataan sikap yang ditanda tangani 103 orang jendral, salah satunya jendral Tri Sutrisno mantan panglima TNI dan wapres ke 6, kemudian 73 laksamana 65 marsekal dan 91 kolonel i itu.
Antara lain, ada permintaan kembali ke UUD 1945 yang asli (sebelum 2 kali amandemen).
Menolak tenaga asing dari cina seraya memulangkan kembali, mereka yang sudah terlanjur masuk.
Meresafel kebinet merah putih. Menteri - menteri yang cenderung korup dan memuja matahari kembar dengan bolak balik sowan ke mantan boss di Solo, copot saja.
Yang paling krusial adalah permintaan agar MPR memproses pemberhentian Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden.
La la la , bahaya eta mah. Gimna caranya ?
Alasan mereka (para jendral itu), pencalonan Gibran dengan menggunakan instrumen putusan MK nomor 90/PUU-XXII/2023 meski final dan mengikat , tetapi prosesnya melanggar keniscayaan dan dianggap cacat hukum.
"Terbukti, ketua MK, Anwar Usman yang tak lain paman Gibran dan adik ipar presiden Jokowi, dicopot oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Selain itu langkah KPU menerima pendaftaran Gibran juga melanggar PKPU (19/2023) yang mensyaratkan usia calon 40 tahun."
Seharusnya KPU merevisi dulu PKPU 19/2023, jika ingin mengacu putusan No.90/PUU-XXII/2023.
Revisi PKPU ( Nomor 23 tahun 2923) baru keluar tanggal 3 November setelah pendaftaran dilakukan (25 Oktober 2023). Jika pelanggaran itu dapat dijadikan entry point untuk merubah status hukum, bukan mustahil status Gibran sebagai wapres menjadi batal demi hukum. Dan itu ranahnya MPR untuk memprosesnya.
Tapi sampai hari hari ini banyak orang skeptis, bahkan menganggap that's impossible, tidak mungkin.
Yang pasti presiden Prabowo merasa, permintaan Forum Purnawirawan TNI itu , sebuah fait a comply. Malah sebuah si malakama.
Mungkin dia ingin taqlid dan hormat senior, tetapi kadung sudah bilang hidup Jokowi ( sampai 3 kali). Itu diucapkan Prabowo ketika menutup Kongres Luar Biasa (KLB) partai Gerindra di Bukit Hambalang 25 Februari lalu. Jika mau bertahan pada kolaborasi dengan Jokowi yaitu , para jendral berang bukan alang kepalang .
Padahal semua orang tahu, karakter pribadi presiden 3 kali keok nyapres itu, sangat gentle dan santuy.
Tengok saja, setiap kali ketemu opung LBP (Luhut Binsar Panjaitan) dia (PS) selalu memberi hormat sempurna. Padahal qua kepangkatan mereka cuma beti, beda beda tipis.
Waktu sama sama dinas pada divisi anti teror Kopassus (1985-1986) LBP sebagai komandan berpangkat mayor, sementara Prabowo sebagai wakil, berpangkat kapten. LBP lulus AKABRI tahun 1970 dan Wowo tahun 1974. Seharusnya Wowo lulus tahun 1973 bareng SBY, tapi dia sempat ngendog setahun .
Katanya justru, gara gara memukul SBY yang menjabat Komandan Resimen Taruna Akabri ( Danmentar). Rupanya Wowo memang punya sifat temperemental juga tuh. Besok - besok insaAllah saya tulis peristiwa itu. Seru juga tuh.
Kini situasi yang dihadapi Prabowo benar benar ibarat simalakama. Dimakan mati ayah, tidak dimakan mati ibu.
Dan Prabowo makin overloads.
Kelebihan beban .
Bukan mustahil mundur ke jurang seperti truk trailer di Sitinjau Aluik , tanjakan dan belokan ektrim antara Padang dan Jambi, Semoga saja ada solusi mengatasi situasi negeri ini.
Tapi Prabowo harus berani ambil langkah. Dia harus putusin itu buah malakama mau dimakan atau tidak ? Jangan diam di tengah tengah. Nanti malah dia yang diterkam.
Posting Komentar